5/25/2012

0 Comments

 
Mungkin ada yang berkomentar, shalat taraweh telah berlalu, kenapa masih dibahas ? Komentar seperti ini, sungguh tidak benar. Tidak benar shalat taraweh telah berlalu, masih terus setiap tahun selama 12 bulan dan tetap perlu terus dikaji kebenarannya.

Pada tulisan ini, hanya merespon pernyataan sdr Azhari A.Tarigan dan ulama lain pada tulisannya (koran Waspada 3 September 2009 “Tasbih Ramadhan“, kolom 2 baris 12-20), dan beserta dakwah ulama lain di masjid/TV, yang mereka menyatakan, “shalat taraweh 11 rakaat atau 23 rakaat, tak perlu dibahas (diperdebatkan).

Berarti terkesan seolah-olah menganggap 11 rakaat atau 23 rakaat sama saja. Mau pilih mana silakan mau 11 rakaat atau 23 rakaat. Pernyataan seperti ini sangat perlu diluruskan, tidak boleh dibiarkan karena dapat merusak akidah. Yang membuat kita kesal, anggapan tersirat yang bernada “sama saja“ dan tak perlu dibahas (diperdebatkan).

Kenapa tidak perlu ? Itu sangat perlu agar tau yang 11 rakaat dari siapa dan yang 23 rakaat dari siapa. Anggapan tersirat yang bernada “sama saja“ ini, sepintas lalu masaalah sederhana. Tapi bila dikaji lebih dalam, jelas tidak sederhana, karena berakibat bagi orang yang menerima kata itu menjadi pedoman, akan menanam bibit di hati/di pikiran seseorang bahwa Nabi SAW itu dan ulama itu setara (setingkat) di dalam ajaran Islam (di dalam hak menciptakan ibadah).

Padahal Muhammad SAW itu tidaklah berbuat kecuali atas petunjuk/bimbingan Allah SWT. Apa yang diterima Muhammad SAW adalah wahyu yang diwahyukan dari Allah SWT. Sedangkan apa yang diciptakan ulama adalah dari pemikiran mereka. Janganlah sampai ada ulama berani menyatakan apa yang diciptakan Nabi SAW (11 rakaat), dianggap nilainya sama dengan ciptaan ulama (23 rakaat).

Kalau ada ulama menyatakan demikian, ini merusak aqidah dan tantangannya rukun iman yaitu: “percaya pada Allah“ dan “percaya pada Rasul“. Penegasan dari rukun iman ini dijelaskan pada QS An-Nisa’ 59 ; Allah SWT berfirman: “Apabila kamu berbeda pendapat mengenai sesuatu, kembalilah (rujuklah) kepada Allah (Al- Qur’an) dan Rasul-Nya (Sunnah) ....“.

Tidak disuruh oleh Allah SWT: kembali (ambil) dari ulama !!! Atau juga dikuatkan pada HR Muslim adalah Kitabulah (Al-Qur’an/Allah SWT), dan semulia-mulianya petunjuk adakah petunjuk Muhammad SAW (Sunnah) ....







Leave a Reply.