5/25/2012

0 Comments

 
Sumber:
Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Kitab Tauhid 3: Darul Haq (belajar Islam)

 http://saga-islamicnet.blogspot.com/2010/06/penyimpangan-dalam-kehidupan-manusia.html#ixzz1gKWco4kZ

 

Pada asalnya, manusia adalah makhluk yang bertauhid, sehingga tauhid merupakan bagian dari fitrah yang dikaruniakan Allah kepada manusia. Allah Ta’ala berfirman, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.” (QS. Ar-Rum: 30)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (beragama Islam), maka kedua ibu bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh karenanya, syirik merupakan unsur luar yang menyusup terhadap fitrah tersebut. Peristiwa penyimpangan terhadap ketauhidan pertama kali adalah terjadi pada kaum Nuh. Mereka menyembah patung-patung. Lalu datanglah Amir bin Luhay Al-Khuza’I yang mengubah agama Ibrahim serta membawa patung-patung ke tanah Arab, khususnya tanah Hijaz, sehingga kemudian patung-patung itu pun disembah. Selanjutnya, perbuatan syirik itu menyebar ke negeri suci tersebut dan negeri-negeri tetangganya, hingga akhirnya Allah mengutus Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyeru manusia kepada tauhid dan mengikuti agama Ibrahim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun menghancurkan patung-patung yang menjadi sesembahan pada masa jahiliah, hingga kemudian tanah Arab bersih dari berhala sehingga Allah kemudian menyempurnakan nikmat-Nya untuk segenap alam. Suasana ketauhidan yang penuh berkah pun terus dipelihara oleh generasi-generasi awal yang merupakan generasi terbaik dari umat ini. Sampai kemudian kebodohan dalam masalah agama merajalela pada generasi-generasi akhir dan agama pun terasuki oleh pemahaman-pemahaman asing.



Manusia secara umum mengakui tauhid rububiyah, yaitu meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah adalah yang menciptakan dan mengatur keberadaan alam semesta beserta isinya. Manusia yang mengingkari tauhid rububiyah ini sangatlah sedikit, seperti Fir’aun, orang atheis atau komunis. Akan tetapi, pengingkaran terhadap rububiyah tersebut bukanlah karena mereka tidak meyakini bahwa ada Dzat yang Maha Kuasa yang menciptakan alam semesta ini, namun lebih karena kesombongan yang ada dalam diri mereka sendiri, “Dan mereka mengingkarinya karena kezhaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini (kebenaran)-nya.” (QS. An-Naml: 14)

 
Aqidah adalah sesuatu yang dianut oleh manusia dan diyakininya baik berwujud agama dan yang lainnya. Aqidah secara etimologi berarti ikatan atau sangkutan. Dan secara terminologi berarti creedo creed, yaitu keyakinan hidup. Iman dalam arti yang khusus, yakni pengikraran yang bertolak dari hati.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pengertian keimanan atau aqidah itu tersusun dari enam perkara, yaitu:

1.    Ma’rifat kepada Allah

2.    Ma’rifat kepada para Malaikat

3.    Ma’rifat kepada kitab-kitab Allah

4.    Ma’rifat kepada Nabi-nabi dan Rasul-rasul Allah

5.    Ma’rifat kepada hari akhir

6.    Ma’rifat kepada takdir.

Allah SWT befirman dalam surah Al-Anfaal:2-4 tentang pentingnya manusia beriman kepada Tuhan.

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ O الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ O أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَّهُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ O

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan Hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan sholat dan yang menafkahkan sebagian rezki yang kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia”.

Akidah dalam Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah sebagai Tuhan yang wajib disembah, ucapan dengan lisan dalam bentuk dua kalimah syahadat, diwujudkan dalam perbuatan dengan amal shaleh. Akidah dalam Islam harus berpengaruh pada segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Sehingga aktivitas tersebut dapat bernilai ibadah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aqidah dalam Islam tidak hanya sekadar keyakinan dalam hati, melainkan tahap lanjutan yang akan menjadi acuan dan dasar dalam bertingkah laku, serta berbuat yang pada akhirnya akan menghasilkan amal shaleh.

Sumber :

Anshari, Endang Saifuddin. 1983. Wawasan islam. Bandung : Pustaka.

Karya referensi umum : Aspek-aspek Ajaran Islam, anonim.